Selasa, 19 Februari 2013 01:53 WIB
IstIlustrasi
TRIBUNNEWS.COM,PALEMBANG--Kongkalikong penjualan
obat ternyata menguntungkan semua pihak yang terlibat. Dokter mendapat
jatah 10-20 persen dari harga obat yang diberikan perusahaan farmasi.
Sementara sales marketing yang menjembatani transaksi juga kecipratan
bonus gaji berlipat. Konspirasi berlangsung secara terbuka di
Palembang.
Sales perusahaan farmasi beramai-ramai mendatangi tempat praktik
dokter membawa brosur obat dan penawaran kerjasama. Dokter tugasnya
hanya menuliskan resep obat mahal produksi perusahaan tersebut.
Bila penjualan berlangsung lancar, perusahaan farmasi juga dengan mudah memenuhi permintaan dokter.
"Bisa sampai puluhan juta keluarkan uang untuk kebutuhan oknum
dokter. Uang itu diperoleh dari jumlah obat yang laku dijual oleh
dokter. Mau mobil baru, tinggal telepon," ujar Dayat, seorang sales
distributor perusahaan farmasi, Jumat (8/2).
Bonus atau dana sponsor yang diberikan kepada oknum dokter tersebut dihitung berdasarkan keuntungan penjualan obat.
"Kami juga tidak sembarangan kasih. Kami hitung apakah dokter itu
berhasil menjual obat dari kita dengan jumlah yang disepakati atau
tidak. Kalau berhasil, baru kami berani kasih bantuan sponsorship,"
ungkapnya.
Pengakuan seorang dokter yang enggan disebutkan namanya, kongkalikong
ini tambah berjalan mulus apabila sales menjalin kerjasama dengan
dokter praktik yang langsung menyediakan obat untuk pasien (tidak dibeli
di apotek). Bahkan, ada satu oknum dokter yang hanya menulis resep obat
hanya dari dua merek.
Dokter harus menyediakan merek tertentu karena sebelumnya telah
terjalin kesepakatan dengan sales obat. Kerjasama itu bervariasi, mulai
dari satu sampai lima tahun.
Sales bisa memutuskan perjanjian apabila oknum dokter tak lagi
mencantumkan obatnya di resep. Dampak yang dirasakan misalnya, sales
menarik dan menghentikan pembayaran kredit mobil.
Menurut dokter sumber Tribun ini, sebenarnya setiap produsen obat itu
telah memiliki buget promosi. Meski tidak menjalin kesepakatan dengan
sales obat, dia tetap dibantu ketika butuh pinjaman mobil untuk
menghadiri seminar di luar kota.
Obat yang ditawarkan oleh sales umunya merupakan golongan obat paten
dengan harga yang lebih mahal jika dibandingkan obat generik. Dokter
incaran tentu saja dokter yang memiliki jumlah pasien lebih banyak.
"Kami cari dokter yang pasiennya banyak atau dokter spesialis
penyakit tertentu yang belum begitu banyak di Palembang. Ini yang akan
melancarkan pencualan obat," tutur Tono.
Transaksi dan pemberian layanan ekstra bagi dokter dengan menjadi
sponsornya tidak dilarang dalam bisnis penjualan obat. Ia berani
memastikan transaksional seperti ini dilakukan oleh distributor obat
mana pun.
Perbedaan konsep pemberian bonus dibedakan berdasarkan jenis
perusahaan distributor obat. Khusus untuk perusahaan distributor
berbendera luar negeri terikat oleh aturan yang melarang pemberian
barang tertentu. Anak perusahaan farmasi internasional yang berbisnis di
Indonesia tidak dapat melakukan transaksi sebebas distributor asal
dalam negeri. Mereka terikat dengan aturan yang ditetapkan oleh
perusahaan.
"Kalau untuk perusahaan internasional seperti saya ini tidak semua
boleh dilakukan, kami terikat aturan, tidak sebebas perusahaan dalam
negeri yang sampai berani memberikan DP mobil," ungkapnya.
Dia mengatakan, biasanya dokter minta tiket pesawat perjalanan ke
luar kota dan luar negeri, akomodasi tertentu seperti biaya sewa
kendaraan operasional selama berada di luar kota, penginapan hotel
dengan tarif beragam.
Berbagai keperluan ini juga termasuk kepentingan seminar atau pun
workshop resmi yang diselenggarakan lembaga tertentu. "Biasanya mereka
(oknum dokter, Red) telepon atau ngabari ketika kita visit (ke tempat
praktik dokter). Kalau mereka butuh sponsor untuk keperluan tertentu di
luar kota, tidak pakai basa basi, langsung ngomong. Saya butuh Rp 10
juta misalnya, atau saya butuh tiket nih," tuturnya.
Pertanyaan muncul,
Kenapa para sales obat ini sanggup memberikan
'bantuan' dengan jumlah yang besar?
Dari mana dana mereka peroleh?
Ternyata selisih penjualan obat sangat signifikan. Perusahaan
distributor tertentu memiliki angka diskon yang berbeda yang diberikan
kepada dokter sebagai user mereka.
Jumlah diskon ini tidak seluruhnya dikeluarkan kepada sang dokter
yang membeli obat tersebut. Marketing biasa memainkan angka keuntungan
pada selisih diskon tersebut. Misalnya untuk satu merek obat mendapat
diskon sebesar 50 persen dari perusahaan, jumlah itu tidak diberikan
sepenuhnya kepada dokter.
Marketing hanya memberikan diskon harga 10, 15 atau 20 persen. Dengan
demikian, keuntungan yang diperoleh akan menjadi lebih besar. Dari
keuntungan inilah kemudian biaya 'servis' tadi diperoleh.
Sales bisa memperoleh untung besar dengan sistem seperti ini. Ia akan
lebih cepat memenuhi target penjualan yang diberikan oleh perusahaan.
Keuntungan yang diperolehnya bisa satu bulan gaji, bahkan lebih jika ia
berhasil closing sesuai yang ditargetkan oleh perusahaannya.
"Dokter juga untung, mereka juga dapat sponsor dari kami. Kalau mau apa tinggal kontak," terangnya
sumber: http://www.tribunnews.com/regional/2013/02/19/jual-obat-mahal-dokter-dapat-bonus-mobil-dari-perusahaan-farmasi